“Hingga ketika mereka sampai di
lembah semut, berkatalah seekor semut, ‘Wahai semut-semut! Masuklah ke
dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala
tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari’.” (An-Naml [27]: 18)
Ayat di atas menerangkan, semut memiliki seorang pemimpin yang punya kepedulian sosial tinggi untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya. Ia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri ketika ada bahaya mendekati koloninya.
Ayat tersebut juga menjelaskan, hewan ini memiliki ketajaman indera dan sikapnya yang sangat hati-hati, terutama terhadap bahaya. Tidak hanya itu, etos kerjanya juga sangat tinggi. Dengan kesabaran dan kekompakannya, mereka bisa membangun sarang yang besar dan kuat sebagai tempat perlindungan dari mara bahaya. Ini mereka lakukan sepanjang hari dan malam, kecuali malam-malam gelap saat bulan tidak memancarkan sinarnya.
Solidaritas yang terbangun dalam koloni ini juga tinggi. Bila salah satu dari mereka menemukan makanan, ia akan minta tolong teman-temannya membawa makanan tersebut ke sarangnya. Bahkan menurut Ibnul Qayyim dalam kitabnya Syifa’ul ‘Alil fii Masa’il al-Qodho’ wal Qodar wal Hikmah wat Ta’lil, ia memanggil teman-temannya hingga tiga kali. Jumlah semut yang berkumpul bergantung pada besar dan kualitas makanan tersebut.
Bila makanan itu berupa biji-bijian, mereka akan memecah belah. Mutawalli Sya’rawi dalam
tafsirnya menulis, “Ini merupakan
suatu keajaiban dimana Anda akan menemukan dalam sarang semut beberapa
biji-bijian yang telah terbelah-belah agar tidak tumbuh. Para ilmuwan
menemukan ada satu biji yang dibelah empat yaitu biji ketumbar. Kalau
biji ketumbar ini dibelah dua, maka setiap bagian masih bisa tumbuh,
akan tetapi semut-semut tersebut membelah biji ketumbar menjadi empat
bagian agar tidak bisa tumbuh. Karena jika biji tersebut tumbuh, ia akan
menutup sarang mereka. Oleh sebab itulah, semut menyimpan biji-bijian
tersebut sampai mereka bisa memakannya pada saat musim dingin tiba. Maha
Suci Allah yang telah memberikan pengetahuan ini pada semut-semut
tersebut,” (Tafsir Sya’rawi tentang surat An-Naml: 18 )
Bila makanan sudah didapat, mereka akan membaginya secara adil sesuai dengan fungsi masing-masing. Menariknya, mereka bekerja secara sistematis dalam menyelesaikan masalah. Dengan kemurahan hati, mereka tidak pernah berebut dan merasa yang paling berhak dibanding lainnya.
Ketika Ibnu Taimiyah mendapat cerita dari Ibnu Qoyyim mengenai kehidupan semut, ia berkata, “Sesungguhnya semut diciptakan Allah dengan watak jujur dan mencela kebohongan.” (Kitab Syifa’ul ‘Alil)
Bahkan dalam sebuah Hadits disebutkan, koloni hewan ini juga merupakan umat yang selalu bertasbih kepada Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada semut yang menggigit seorang Nabi dari Nabi-nabi terdahulu, lalu Nabi itu memerintahkan agar membakar sarang semut-semut itu. Maka kemudian Allah mewahyukan kepadanya, firman-Nya: “Hanya karena gigitan seekor semut, maka kamu telah membakar suatu kaum yang bertasbih”.(Riwayat Bukhari)
Semoga kita bisa belajar dari kejujuran semut.* Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah Juni 2011
Sumber: majalah.hidayatullah.com
Ayat di atas menerangkan, semut memiliki seorang pemimpin yang punya kepedulian sosial tinggi untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya. Ia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri ketika ada bahaya mendekati koloninya.
Ayat tersebut juga menjelaskan, hewan ini memiliki ketajaman indera dan sikapnya yang sangat hati-hati, terutama terhadap bahaya. Tidak hanya itu, etos kerjanya juga sangat tinggi. Dengan kesabaran dan kekompakannya, mereka bisa membangun sarang yang besar dan kuat sebagai tempat perlindungan dari mara bahaya. Ini mereka lakukan sepanjang hari dan malam, kecuali malam-malam gelap saat bulan tidak memancarkan sinarnya.
Solidaritas yang terbangun dalam koloni ini juga tinggi. Bila salah satu dari mereka menemukan makanan, ia akan minta tolong teman-temannya membawa makanan tersebut ke sarangnya. Bahkan menurut Ibnul Qayyim dalam kitabnya Syifa’ul ‘Alil fii Masa’il al-Qodho’ wal Qodar wal Hikmah wat Ta’lil, ia memanggil teman-temannya hingga tiga kali. Jumlah semut yang berkumpul bergantung pada besar dan kualitas makanan tersebut.
Bila makanan itu berupa biji-bijian, mereka akan memecah belah. Mutawalli Sya’rawi dalam
Bila makanan sudah didapat, mereka akan membaginya secara adil sesuai dengan fungsi masing-masing. Menariknya, mereka bekerja secara sistematis dalam menyelesaikan masalah. Dengan kemurahan hati, mereka tidak pernah berebut dan merasa yang paling berhak dibanding lainnya.
Ketika Ibnu Taimiyah mendapat cerita dari Ibnu Qoyyim mengenai kehidupan semut, ia berkata, “Sesungguhnya semut diciptakan Allah dengan watak jujur dan mencela kebohongan.” (Kitab Syifa’ul ‘Alil)
Bahkan dalam sebuah Hadits disebutkan, koloni hewan ini juga merupakan umat yang selalu bertasbih kepada Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada semut yang menggigit seorang Nabi dari Nabi-nabi terdahulu, lalu Nabi itu memerintahkan agar membakar sarang semut-semut itu. Maka kemudian Allah mewahyukan kepadanya, firman-Nya: “Hanya karena gigitan seekor semut, maka kamu telah membakar suatu kaum yang bertasbih”.(Riwayat Bukhari)
Semoga kita bisa belajar dari kejujuran semut.* Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah Juni 2011
Sumber: majalah.hidayatullah.com
Tags:
Fakta,
Fakta Unik
Leave a comment